Pria 1: "Bro, gue jijik banget rasanya deket2 ama si Mamat?'
Pria 2: "Kenapa, cuy? Lo digodain ama doi?"
Pria 1: "Hahah....muke gile lu. Gue empet bangat dah kalo udah ketemu die. Udah badan kayak gentong aer kebocoran; kalo jalan napasnye ga jauh mirip suara kuda keselek....hah huh hah huh...udah gitoh napase nyengat banget."
Pria 2: "Baru tau lo, cuy? Gua mah udah ngarti lama."
Pria 1: "Mane ade coba cewek mo deket2 ma dia."
Pria 2: "Yoi. Mending ketiban pu'un mangga dah daripada....blablabla."
(percakapan berlanjut hingga halilintar mengayuh angin di angkasa)
Sungguh kita tahu percakapan tersebut tercela, tapi tak menutup gerbang kemungkinan kita pernah atau masih terbiasa melakukannya. Secara akal, manusia pun memahami tidak baiknya membicarakan keburukan orang lain, terlebih jika aib yang dihembuskan bersifat fisik. Well, fisik adalah pemberian dan amanat dari Allah Azza wa Jalla. Seseorang bisa disifati buruk rupa, bukan karena ia menghendakinya semula diciptakan, tapi memang itulah yang dikehendaki Allah.
Namun, setan mempunyai ribuan menu lezat untuk mangsanya berupa manusia yang seringkali alpa dan lupa. Ribuan menu dengan beragam kenikmatan terasa di jiwa. Bagi kita yang pernah mencicipinya, tentunya ada sebuah sensasi dalam hati membisikkan kalimat tak terdengar, 'Aku lebih bagus dari dia.'
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ قَالَ : أَتَدْرُوْنَ مَا الْغِيْبَةُ ؟ قَالُوْا : اللهُ وَ رَسُوْلُهُ أَعْلَمُ، قَالَ : ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ، فَقِيْلَ : أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِيْ أَخِيْ مَا أَقُوْلُ ؟ قَالَ : إِنْ كَانَ فِيْهِ مِا تَقُوْلُ فَقَدِ اْغْتَبْتَهُ, وَ إِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدْ بَهَتَّهُ
"Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwsanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Tahukah kalian apakah ghibah itu?”. Sahabat menjawab: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata: “Yaitu engkau menyebutkan sesuatu yang tidak disukai oleh saudaramu”, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya: “Bagaimanakah pendapat Anda, jika itu memang benar ada padanya ?' Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: “Kalau memang sebenarnya begitu berarti engkau telah mengghibahinya, tetapi jika apa yang kau sebutkan tidak benar maka berarti engkau telah berdusta atasnya". (H.R. Muslim, Abu Daud dan Tirmidzi)
Sementara ia tidak menyukai penyebutannya, kita justru mengumbar kekurangan atau aibnya. Jikalau ia tahu perihal ucapan kita yang keji tentangnya, hati kan tercabik dan persahabatan kan ternodai. Ada sebuah gambaran yang sangat hina seandai kita berfikir lebih jernih. Gambaran dari Allah Ta'ala tentang orang yang membicarakan aib saudaranya dengan saudara yang lain dengan tujuan merendahkan. Check this one out:
وَلاَ يَغْتِبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُ وَاتَّقُوْا اللهَ إِنَّ اللهَ تَوَّابٌ رَحِيْمٌ
"Dan janganlah sebagian kalian mengghibahi sebagian yang lain. Sukakah salah seorang dari kalian memakan daging bangkai saudaranya yang telah mati, pasti kalian membencinya. Maka bertaqwalah kalian kepada Allah, sungguh Allah Maha Menerima taubat dan Maha Pengasih". [Al Hujurat :12]
Kita membenci memakan bangkai kambing, bukan? Bagaimana dengan bangkai manusia? Sebenci-bencinya kita terhadap orang, kita takkan sanggup merelakan lidah untuk mencicipi bangkai mereka meski sedikit. Secara tabiat bani Adam, hal ini sangatlah menjijikan!
Lantas, mengapa orang yang diperbincangkan aibnya oleh saudaranya diserupakan dengan bangkai? Apakah sama-sama busuk? Jawaban terbaik dimiliki oleh Syaikh Salim Al-Hilali:
“Ghibah adalah menyebutkan aib (saudaramu) dan dia dalam keadaan ghaib (tidak hadir di hadapn-mu). Oleh karena itu (saudaramu) yang goib tersebut disamakan dengan mayat, karena orang yang ghoib tidak mampu untuk membela dirinya. Demikian pula mayat tidak mengetahui bahwa daging tubuhnya dimakan, sebagaimana orang yang ghoib juga tidak mengetahui ghibah yang telah dilakukan oleh orang yang mengghibahinya". (dari Kitab Bahjatun Nadziriin)
GHIBAH
Yes, that's it. GHIBAH! Suatu perbuatan yang terkesan indah diperbuat, namun kekejian dan konsekuensinya sangat buruk. Seperti yang diutarakan oleh Ibnu Mas'ud:
لْغِيْبَةُ أَنْ تَذْكُرَ مِنْ أَخِيْكَ مَا تَعْلَمُ فِيْهِ. وَإِذَا قُلْتَ مَا لَيْسَ فِيْهِ فَذَاكَ الْبُهْتَانُ
"Ghibah adalah engkau menyebutkan apa yang kau ketahui pada saudaramu, dan jika engkau mengatakan apa yang tidak ada pada dirinya berarti itu adalah kedustaan" (dari Kitab Ash-Shomt)
Contoh? Selain percakapan singkat di atas, ada juga contoh yang bisa kita ambil hikmahnya dari atsar berikut:
عَنْ أَبِيْ حُذَيْفَةَ عَنْ عَائِشَةَ, أَنَّهَا ذَكَرَتِ امْرَأَةً فَقَالَتْ :إِنَّهَا قَصِيْرَةٌ....فَقَالَ النَّبِيُّ : اِغْتَبْتِها
"Dari Abu Hudzaifah dari ‘Aisyah bahwasanya beliau (‘Aisyah) menyebutkan seorang wanita lalu beliau (‘Aisyah) berkata :”Sesungguhnya dia (wanita tersebut) pendek”….maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata :”Engkau telah mengghibahi wanita tersebut" (H,R. Abu Daud dan Ahmad)
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : قُلْتُ لِلنَّبِيِّ حَسْبُكَ مِنْ صَفِيَّة كَذَا وَ كَذَا وَ قَالَ بَعْضُ الرُّوَاةُ : تَعْنِيْ قَصِيْرَةٌ, فَقَالَ : لَقَدْ قُلْتِ كَلِمَةً لَوْ مُزِجَتْ بِمَاءِ الْبَحْرِ لَمَزَجَتْهُ
"Dari ‘Aisyah beliau berkata: Aku pernah berkata kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : “Cukup bagimu dari Shofiyah ini dan itu”. Sebagian rawi berkata :”’Aisyah mengatakan Shofiyah pendek”. Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata: ”Sungguh engkau telah mengucapkan suatu kalimat, yang seandainya kalimat tersebut dicampur dengan air laut niscaya akan merubahnya" (H.R. Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad)
عَنْ جَرِيْرِ بْنِ حَازِمٍ قَالَ : ذَكَرَ ابْنُ سِيْرِيْنَ رَجُلاً فَقَالَ : ذَاكَ الرَّجُلُ الأَسْوَدُ. ثُمَّ قَالَ : أَسْتَغْفِرُ اللهَ, إِنِّيْ أَرَانِيْ قَدِ اغْتَبْتُهُ
"Dari Jarir bin Hazim berkata : Ibnu Sirin menyebutkan seorang laki-laki, kemudian dia berkata: “Dia lelaki yang hitam itu”. Kemudian dia berkata :”Aku mohon ampunan dari Allah”, sesungguhnya aku melihat bahwa diriku telah mengghibahi laki-laki itu" (Kitab Ash-Shomt)
Dalam realita kehidupan sehari-hari, mungkin kita terkadang menyinggung kekurangan saudara atau teman yang berkaitan dengan nasab, pekerjaan, tempat kerja, pendidikan, karakter dan fisik. Kalimat-kalimat seperti 'Dia keturunan pemulung atau pengangguran', 'Ibunya adalah mantan pezina masyhur', 'Gaji dia cuma sekian perbulan', 'Ia hanya bekerja sebagai pelayan sebuah restoran kecil', 'Hanya tamatan SMA', 'Dia tukang bohong', 'Matanya juling' dan semacamnya adalah bentuk-bentuk ghibah yang cukup digemari kebanyakan dari kita. Tak terasa dosa mengalir, bukan?
Terkategorikan pula jika seorang penulis buku atau penceramah mengatakan di depan umat, 'Orang ini telah mengatakan ini dan berbuat ini' dengan niat merendahkan harga diri di depan orang lain. KECUALI jika ia ingin menjelaskan letak kesalahan orang tersebut dan menghendaki agar pembaca atau pendengar tidak tertipu akan kesesatannya, maka ini bukan termasuk Ghibah, melainkan nasihat yang dianjurkan oleh Islam demi terciptanya pemahaman Islam yang sahih di ranah kaum Muslimin.
Tak luput pula misal dari Ghibah dengan meniru-niru gerakan bibir, kepala, kaki atau tangan dan isyarat dengan bertujuan merendahkan harga diri seseorang.
HUKUM GHIBAH
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَال : قَالَ رَسُوْلُ الله : مَرَرْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِيْ عَلَى قَوْمٍ يَخْمِشُوْنَ وُجُوْهَهُمْ بِأَظَافِرِيْهِمْ, فَقُلْتُ : يَا جِبْرِيْلُِ مَنْ هَؤُلآءِ؟ قَالَ : الَّذِيْنَ يَغْتَابُوْنَ النَّاسَ, وَيَقَعُوْنَ فِيْ أَعْرَاضِهِمْ
"Dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu, dia berkata: “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: ”Pada malam isra’ aku melewati sekelompok orang yang melukai (mencakar) wajah-wajah mereka dengan kuku-kuku mereka”, lalu aku bertanya: ”Siapakah mereka ya Jibril?”. Jibril menjawab: “Mereka adalah orang-orang yang mengghibahi manusia, dan mencela kehormatan-kehormatan mereka".
Dalam riwayat yang lain :
قَالَ رَسُوْلُ الله : لَمَّا عُرِجَ بِيْ, مَرَرْتُ بِقَوْمٍ لَهُمْ أَظْفَارٌ مِنْ نُحَاسٍ يَخْمِشُوْنَ وُجُوْهَهُمْ وَ صُدُوْرَهُمْ فَقُلْتُ : مَنْ هَؤُلآء يَا جِبْرِيْلُِ؟ قَالَ : هَؤُلآء الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ لُحُوْمَ النَّاسَ وَيَقَعُوْنَ فِيْ
"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Ketika aku dinaikkan ke langit, aku melewati sekelompok orang yang memiliki kuku-kuku dari tembaga, mereka melukai (mencakari) wajah-wajah mereka dan dada-dada mereka. Maka aku bertanya: ”Siapakah mereka ya Jibril?”. Jibril menjawab: ”Mereka adalah orang-orang yang memakan daging manusia dan mencela kehormatan mereka". (H.R. Ahmad dan Daud)
Berdasarkan Al-Qur'an, Sunnah dan kesepakatan (ijma) kaum muslimin, Ghibah adalah HARAM. Dan mayoritas ulama menyebut Ghibah termasuk dosa besar yang takkan terampuni kecuali dengan taubat.
Az-Zarkasyi berkata:
“Dan sungguh aneh orang yang menganggap bahwasanya memakan bangkai daging (manusia) sebagai dosa besar, (tetapi) tidak menganggap bahwasanya ghibah juga sebagai dosa besar, padahal Allah menempatkan ghibah sebagaimana memakan bangkai daging manusia. Dan hadits-hadits yang memperingatkan ghibah sangat banyak sekali yang menunjukan kerasnya pengharaman ghibah." (Kitab Subulus Salam)
Cukup sekian catatan saya tentang Ghibah. Semoga senantiasa Allah mengingatkan diri kita semua ketika tergoda akan membicarakan aib saudara seiman, sehingga kita terhidar dari noda-noda hitam dalam hati yang dapat membusukkan jiwa dan menerjunkan nasib ke neraka. Amin!
No comments:
Post a Comment